KOMSAN ( Komunitas Santri) IAIN PONTIANAK
Kamis, 13 April 2017
Rabu, 12 April 2017
Lomba baca puisi GEBYAR SENI XXI KOMSAN IAIN PONTIANAK
JUDUL DAN PENGARANG PUISI
1. PARA
PEMINUM
Karya: sutardji calzoum bachri
2. HERMAN
Karya: sutardji calzoum bachri
3. MATA HITAM
karya : WS Rendra
4. AKU BERADA KEMBALI
Karya : Chairil Anwar
5. PADA SUATU HARI NANTI
Karya : Supardi Djoko
Damono
6. DARI BENTANGAN LANGIT
Karya :Emha Ainun
Najib
7. SEBUAH JAKET BERLUMURAN DARAH
karya: Taufik Ismail
8. HANYA DALAM PUISI
karya : Ajip Rosidi
9. SURAT DARI IBU
Karya : Asrul Sani
10. SEBELUM LAUT BERTEMU LANGIT
karya : Eka Budianta
Teks Puisi
1. PARA
PEMINUM
Karya: sutardji calzoum bachri
di lereng lereng
para peminum
mendaki gunung mabuk
kadang mereka terpeleset
jatuh
dan mendaki lagi
memetik bulan
di puncak
mereka oleng
tapi mereka bilang
--kami takkan karam
dalam lautan bulan--
mereka nyanyi nyai
jatuh
dan mendaki lagi
di puncak gunung mabuk
mereke berhasil memetik bulan
mereka mneyimpan bulan
dan bulan menyimpan mereka
di puncak
semuanya diam dan tersimpan
2. HERMAN
Karya: sutardji calzoum bachri
herman tak bisa pijak di bumi tak bisa
malam di bulan
tak bisa hangat di matari tak bisa
teduh di tubuh
tak bisa biru di lazuardi tak bisa
tunggu di tanah
tak bisa sayap di angin tak bisa
diam di awan
tak bisa sampai di kata tak bisa
diam di diam tak bisa paut di mulut
tak bisa pegang di tangan
takbisatakbisatakbisatakbisatakbisatakbisa
di mana herman? kau tahu?
tolong herman tolong tolong tolong
tolongtolongtolongtolongngngngngng!
3. MATA
HITAM
karya : WS Rendra
Dua mata hitam adalah matahati yang
biru
dua mata hitam sangat kenal bahasa
rindu.
Rindu bukanlah milik perempuan
melulu
dan keduanya sama tahu, dan keduanya
tanpa malu.
Dua mata hitam terbenam di daging
yang wangi
kecantikan tanpa sutra, tanpa
pelangi.
Dua mata hitam adalah rumah yang
temaram
secangkir kopi sore hari dan
kenangan yang terpendam.
4. AKU
BERADA KEMBALI
Karya : Chairil Anwar
Aku berada kembali. Banyak yang
asing:
air mengalir tukar warna,kapal
kapal,
elang-elang
serta mega yang tersandar pada
khatulistiwa lain;
rasa laut telah berubah dan kupunya
wajah
juga disinari matari lain.
Hanya
Kelengangan tinggal tetap saja.
Lebih lengang aku di kelok-kelok
jalan;
lebih lengang pula ketika berada
antara
yang mengharap dan yang melepas.
Telinga kiri masih terpaling
ditarik gelisah yang
sebentar-sebentar
seterang
guruh
5. PADA
SUATU HARI NANTI
Karya : Supardi Djoko Damono
Pada suatu hari nanti,
Jasadku tak akan ada lagi,
Tapi dalam bait-bait sajak ini,
Kau tak akan kurelakan sendiri.
Pada suatu hari nanti,
Suaraku tak terdengar lagi,
Tapi di antara larik-larik sajak
ini.
Kau akan tetap kusiasati,
Pada suatu hari nanti,
Impianku pun tak dikenal lagi,
Namun di sela-sela huruf sajak ini,
Kau tak akan letih-letihnya kucari.
6. DARI
BENTANGAN LANGIT
Karya :Emha Ainun Najib
Dari bentangan langit yang semu
Ia, kemarau itu, datang kepadamu
Tumbuh perlahan. Berhembus amat
panjang
Menyapu lautan. Mengekal tanah
berbongkahan
menyapu hutan !
Mengekal tanah berbongkahan !
datang kepadamu, Ia, kemarau itu
dari Tuhan, yang senantia diam
dari tangan-Nya. Dari Tangan yang
dingin dan tak menyapa
yang senyap. Yang tak menoleh barang
sekejap.
7. SEBUAH
JAKET BERLUMURAN DARAH
karya: Taufik Ismail
Sebuah jaket berlumur darah
Kami semua telah menatapmu
Telah pergi duka yang agung
Dalam kepedihan bertahun-tahun.
Sebuah sungai membatasi kita
Di bawah terik matahari Jakarta
Antara kebebasan dan penindasan
Berlapis senjata dan sangkur baja
Akan mundurkah kita sekarang
Seraya mengucapkan ’Selamat tinggal
perjuangan’
Berikara setia kepada tirani
Dan mengenakan baju kebesaran sang
pelayan?.
Spanduk kumal itu, ya spanduk itu
Kami semua telah menatapmu
Dan di atas bangunan-bangunan
Menunduk bendera setengah tiang.
Pesan itu telah sampai kemana-mana
Melalui kendaraan yang melintas
Abang-abang beca, kuli-kuli
pelabuhan
Teriakan-teriakan di atas bis kota,
pawai-pawai perkasa
Prosesi jenazah ke pemakaman
Mereka berkata
Semuanya berkata
Lanjutkan Perjuangan.
8. HANYA
DALAM PUISI
karya : Ajip Rosidi
Dalam kereta api
Kubaca puisi: Willy dan
Mayakowsky
Namun kata-katamu
kudengar
Mengatasi derak-derik
deresi.
Kulempar pandang ke luar:
Sawah-sawah dan
gunung-gunung
Lalu sajak-sajak
tumbuh
Dari setiap bulir peluh
Para petani yang
terbungkuk sejak pagi
Melalui hari-hari keras dan sunyi.
Kutahu kau pun tahu:
Hidup terumbang-ambing antara langit
dan bumi
Adam terlempar dari surga
Lalu kian kemari
mencari Hawa.
Tidakkah telah menjadi takdir
penyair
Mengetuk pintu demi pintu
Dan tak juga
ditemuinya: Ragi hati
Yang tak mau
Menyerah pada
situasi?
Dalam lembah
menataplah wajahmu
yang sabar.
Dari lembah
mengulurlah tanganmu
yang gemetar.
Dalam kereta api
Kubaca puisi: turihan-turihan hati
Yang dengan jari-jari
besi sang Waktu
Menentukan langkah-langkah Takdir:
Menjulur
Ke ruang mimpi yang kuatur
sia-sia.
Aku tahu.
Kau pun tahu. Dalam puisi
Semuanya jelas dan pasti.
9. SURAT
DARI IBU
Karya : Asrul Sani
Pergi ke dunia luas, anakku sayang
pergi ke hidup bebas !
Selama angin masih angin buritan
dan matahari pagi menyinar
daun-daunan
dalam rimba dan padang hijau.
Pergi ke laut lepas, anakku sayang
pergi ke alam bebas !
Selama hari belum petang
dan warna senja belum
kemerah-merahan
menutup pintu waktu lampau.
Jika bayang telah pudar
dan elang laut pulang kesarang
angin bertiup ke benua
Tiang-tiang akan kering sendiri
dan nakhoda sudah tahu pedoman
boleh engkau datang padaku !
Kembali pulang, anakku sayang
kembali ke balik malam !
Jika kapalmu telah rapat ke tepi
Kita akan bercerita
“Tentang cinta dan hidupmu pagi
hari.”
10. SEBELUM
LAUT BERTEMU LANGIT
karya : Eka Budianta
Seekor penyu pulang ke laut
Setelah meletakkan telurnya di
pantai
Malam ini kubenamkan butir-butir
Puisiku di pantai hatimu
Sebentar lagi aku akan balik ke
laut.
Puisiku – telur-telur penyu itu-
mungkin bakal menetas
menjadi tukik-tukik perkasa
yang berenang beribu mil jauhnya
Mungkin juga mati
Pecah, terinjak begitu saja
Misalnya sebutir telur penyu
menetas di pantai hatimu
tukik kecilku juga kembali ke laut
Seperti penyair mudik ke sumber
matahari
melalui desa dan kota, gunung dan
hutan
yang menghabiskan usianya
Kalau ombak menyambutku kembali
Akan kusebut namamu pantai kasih
Tempat kutanamkan kata-kata
yang dulu melahirkan aku
bergenerasi yang lalu
Betul, suatu hari penyu itu
tak pernah datang lagi ke pantai
sebab ia tak bisa lagi bertelur
Ia hanya berenang dan menyelam
menuju laut bertemu langit
di cakrawala abadi.
Langganan:
Postingan (Atom)

-
JUDUL DAN PENGARANG PUISI 1. PARA PEMINUM Karya: sutardji calzoum bachri 2. HERMAN Karya: sutardji calzoum bachri 3. MATA HIT...